Hukum-Poligami-dalam-Islam |
Bagi mereka yang tidak suka, kurang suka atau tidak bisa menerima sama sekali, jadikanlah tulisan ini sebagai catatan saja. Tak lebih. Membuangnya pun boleh-boleh saja. Sebaliknya, bagi mereka yang suka, yang mendukung dan ingin sekali melaksanakan, jadikanlah ini sebagai perkeling agar tidak kebablasan dalam pelaksanaannya. Jangan sampai seperti pepatah Jawa: Golek uceng kelangan deleg – pengin mengejar ikan yang kecil, malah kehilangan ikan yang besar di tangan. Jangan sampai hal ini terjadi.
Perlu diketahui bersama bahwa hukum poligami itu memang ada. Di Quran ada, di hadits juga ada.
Bukan aturan yang dibuat-buat. Given. Dari Allah dan RasulNya tanpa campur tangan manusia.Allah berfirman :
فَانْكِحُوا مَا طَابَ لَكُمْ مِنَ النِّسَاءِ مَثْنَى وَثُلَاثَ وَرُبَاعَ فَإِنْ خِفْتُمْ أَلَّا تَعْدِلُوا فَوَاحِدَةً أَوْ مَا مَلَكَتْ أَيْمَانُكُمْ ذَلِكَ أَدْنَى أَلَّا تَعُولُوا * النساء: 3
“Maka nikahilah wanita-wanita (lain) yang kalian senangi masing-masing dua, tiga, atau empat—kemudian jika kalian takut tidak akan dapat berlaku adil, kawinilah seorang saja—atau kawinilah budak-budak yang kalian miliki. Yang demikian itu adalah lebih dekat pada tindakan tidak berbuat aniaya.” (QS an-Nisa’ [4]: 3).
Dari Abu Hurairah r.a. berkata Nabi saw bersabda, "Barangsiapa memberi infaq kepada dua orang isteri di jalan Allah maka ia akan diseru di surga, 'Hai Abdullah, ini adalah suatu kebajikan.' Jika ia termasuk orang yang tekun shalat maka ia akan diseru dari Pintu Shalat. Apabila ia ahlul jihad maka akan diseru dari Pintu Jihad. Jika ia orang yang suka bersedekah maka ia akan dipanggil dari Pintu Sedekah. Begitu pula jika ia tergolong orang yang rajin shaum maka akan diseru dari Pintu Rayyaan." Kemudian Abu Bakar r.a. berkata, "Wahai Rasulullah, tidaklah seseorang diseru dari pintu-pintu ini karena darurat. Adakah seseorang yang dipanggil dari seluruh pintu tersebut?" Rasulullah saw menjawab, "Ya dan aku berharap engkau salah satunya." (Rowahu Muslim)
Imam Al-Bukhori meriwayatkan bahwa Ghaylan ibn Salamah Ath-Thaqafi telah memeluk Islam, sedangkan dia mempunyai sepuluh orang isteri lalu Rasulullah SAW bersabda kepadanya: “ Pilihlah empat orang dari mereka ”. (Riwayat Abu Daud no : 2241)
Diriwayatkan oleh Ibnu Majah dari Qaisbin al-Harith r.a, beliau berkata : “ Ketika saya masuk Islam, saya memiliki delapan orang isteri, lalu saya berjumpa Rasulullah SAW dan menceritakan keadaan saya. Lalu Baginda bersabda : “ Pilih empat di antara mereka.”
Poligami bukan hukum yang akan atau baru mau dibuat dan disyahkan.
Artinya percuma kita melakukan protes dalam berbagai tingkatan dan tindakan akan keberadaan hukum itu. Hukum itu tetap eksis dan berlaku selamanya. Memprotesnya hanya membuat hati kita tambah luka. Menentangnya hanya membuat kita semakin tak berdaya. Menolak berarti merusak. Mempermainkannya hanya membuat kita semakin merana. Yang terbaik adalah menyadari dan menerima hukum itu sebagaimana adanya. Maksudnya menerima adanya hukum poligami itu, bukan sebagai rekayasa manusia, tetapi memang Allah dan Rasul yang memberikannya. Kebanyakan orang tidak suka dengan hidup poligami karena membenci adanya hukum ini. Kok ada ya hukum seperti itu? Sadarilah bahwa hukum itu memang ada dan demikian adanya. Kita, manusia tidak mungkin merubahnya. Hukum sudah jadi. Platform sudah ditetapkan dari Yang Maha Kuasa.Berikutnya kebanyakan orang tidak suka dengan poligami karena merasa diperlakukan tidak adil. Memandang hukum poligami sebagai ketidak-adilan.
Baik ketidak-adilan Yang Kuasa berlanjut pada ketidak-adilan kepada manusia dalam praktiknya. Salah satu ayat yang dijadikan hujjah dalam hal ini adalah sebagai berikut.Allah berfirman;
وَلَنْ تَسْتَطِيعُوا أَنْ تَعْدِلُوا بَيْنَ النِّسَاءِ وَلَوْ حَرَصْتُمْ فَلَا تَمِيلُوا كُلَّ الْمَيْلِ فَتَذَرُوهَا كَالْمُعَلَّقَةِ وَإِنْ تُصْلِحُوا وَتَتَّقُوا فَإِنَّ اللَّهَ كَانَ غَفُورًا رَحِيمًا *النساء: 129
“Sekali-kali kalian tidak akan dapat berlaku adil di antara istri-istri kalian walaupun kalian sangat menginginkannya. Oleh karena itu, janganlah kalian terlalu cenderung (kepada salah seorang istri yang kalian cintai) hingga kalian membiarkan istri-istri kalian yang lain terkatung-katung.” (QS an-Nisa’ [4]: 129).
Rasulullah SAW bersabda: “Barang siapa memiliki dua istri, dan tidak berbuat adil di antara keduanya, maka dia akan datang pada hari kiamat dalam keadaan separuh badannya miring” [HR. Abu Dawud, Tirmidzi, Nasa’i dan Ibnu Majah]
Ayat ini tidak bertentangan dengan ayat 3 di atas. Sama sekali tidak. Justru ayat ini (129) sebagai penegasan criteria adil yang disebutkan sebelumnya. Demikian juga dengan hadits yang kelihatan angker di bawahnya. Yang dimaksud adil di sini adalah adil dalam nafkah dan menginap (menggilir), bukan dalam masalah cinta dan hasrat hati. Tidak ada seorangpun yang mampu menguasai hatinya kecuali Rabb yang menciptakan hati-hati tersebut.
Muhammad bin Sirin berkata: “Aku bertanya kepada Ubaidah tentang ayat ini dan dia berkata: “Adil yang tidak bisa dipenuhi yaitu dalam masalah cinta dan jima’.”
Abu Bakr Ibnul ‘Arabiy berkata tentang cinta: “Yang demikian itu tidak dimiliki oleh seorangpun, bahkan hatinya berada di antara jari-jemari Ar-rahman. Dia merubah-rubahnya sekehendak-Nya. Begitu pula jima’, kadang dia berhasrat kepada seseorang, tidak kepada yang lain. Maka tidak ada dosa atasnya dikarenakan dia tidak mampu melakukannya.”
Hal ini selaras dengan apa yang dicontohkan oleh Rasullullah SAW yang pernah bersumpah dan berlaku adil seraya berdoa, “Ya Allah, sesungguhnya aku bersumpah atas apa yang aku sanggupi. Oleh karena itu, janganlah Engkau memasukkanku ke dalam perkara yang Engkau sanggupi tetapi tidak aku sanggupi (yaitu hatinya)”. (HR Muslim ).
Atau apa yang dikatakan Umar bin Khaththab; “Ya allah , bahwa sungguh hatiku tidak sanggup aku kuasai untuk berbuat adil! Dan sesuatu yang selain hati, aku berharap saya dapat berbuat adil .” (HR Muslim ).
Kalaulah ayat 129 dijadikan alasan anti poligami, niscaya setelah turun ayat itu Nabi SAW dan para sahabat dahulu akan langsung menceraikan istri-istrinya. Namun itu tidak terjadi, sebab adil yang dimaksudkan bukanlah seperti yang banyak orang pahami. Sehingga menjadi jelas dengan sedikit uraian di atas, bahwa dalam masalah keadilan ada hal-hal yang tidak bisa dilakukan manusia sebab memang asalnya seperti itu dari sononya. Dalam hal ini adalah masalah hati, cinta dan hal-hal lain menyangkutnya.
Untuk itu alangkah bijaknya bagi kita sekarang menyikapi hal poligami ini dengan mengedepankan kedewasaan; tidak membenci dan menyadari keberadaan hukumnya sebagai sunah – dilakukan berpahala, tidak bisa melakukan tidak berdosa selagi tidak membencinya. Menganggap sebuah ketidak-adilan.
SAPMB AJKH