Dear ‘Angin’ Si Empunya Gelas Biru

Hmm. . .
Entahlah menjadi surat keberapakah ini untukmu
Dan catatan kesekian kalinya yang mungkin tak kan pernah kau baca
Tapi, aku yakin. . Kamu merasakan apa yang menjadi bolak baliknya hatiku
Yaph. . sama seperti ketika namamu masih menjadi bagian dari hari – hari ini.

Gelas biru-ku. . .
It’s second days without him.
Without this laugh
Bahkan salam pagi yang selalu ia katakan untuk mengingatkanku makan,
Kata – kata
“Dek, cepet makan!! Jgn makan pedes!!”
Hilang!
Aku enggan tuk mendahului.
Dengan alasan sama yang menjadi pembenaran hatiku atasmu dulu,
Aku, Wanita!
Dan ini Prinsipku!
Jaman boleh menjadikan emansipasi wanita sebagai benteng
Tapi kodrat??!!
Aku wanita! Aku perempuan!
Dan aku, tak boleh memulai. . .
Ini rasaku
Rasa yang memang hanya untuk bertempat dalam hati
Rasa yang terikat prinsip dan keadaan
Hufft. . .
Kekhawatiran ini benar – benar mempengaruhi emosiku

Kung, , , ,
Bisakah kau cari tau keadaannya??
Aku hanya ingin mendengarnya baik – baik saja
Dan itu, ,
CUKUP. . . !!!

Angin, bisakah kau katakan padaku,
Mengapa dulu kau enggan menyakiti dan memilih jarak ini??

oleh Anindya Dyah Widiandani ,  PPM Khoirul Huda Surabaya